Pengertian Sifat Zuhud Dan Sabar

 A. Kekuatan Kesabaran Dalam Pandangan Islam 
Pengertian Sifat Zuhud Dan Kesabaran- Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa suatu hari Nabi SAW menemukan seorang wanita yang sedang menangis di hadapan sebuah kuburan. Beliau bersabda kepadanya, ''Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.'' Wanita tersebut menjawab,''Pergilah! Jangan ikut campur dalam urusanku, engkau tidak tertimpa seperti apa yang menimpaku.'' 

Pengertian Sifat Zuhud Dan Sabar
Setelah wanita tersebut sadar dan menyesal, ia pergi ke rumah Nabi SAW. Ia menyampaikan penyesalannya dengan berkata, ''Aku tidak mengenalmu.'' Beliau bersabda, ''Hakikat sabar itu akan terlihat pada saat-saat pertama terjadinya malapetaka.''

Dalam kamus-kamus bahasa, kata sabar diartikan sebagai menahan, baik dalam pengertian fisik material, seperti menahan seseorang dalam tahanan, maupun non fisik (immaterial), seperti menahan diri atau jiwa dalam menghadapi sesuatu yang diinginkannya. Dari akar kata shabara diperoleh sekian bentuk kata dengan arti yang beraneka ragam, antara lain berarti menjamin, pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya, gunung yang tegar dan kokoh, awan yang berada di atas yang ain dan melindungi yang di bawahnya, batu-batu yang kokoh, tanah yang gersang, sesuatu yang pahit atau menjadi pahit, dan sebagainya.

Dari arti-arti yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa sabar menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit, berat, pahit, yang harus dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Dari sini tidak heran jika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan sabar, sebab di dalamnya terdapat kewajiban ibadah puasa yang esensi pokoknya adalah pengendalian diri hingga berakhir dengan kemenangan.

Seorang yang menghadapi rintangan yang berat, terkadang hati kecilnya membisikkan agar ia behenti (putus asa), meski yang diharapkannya belum tercapai. Dorongan hati kecil itu selanjutnya menjadi keinginan jiwa. Jika keinginan itu ditahan, ditekan, dan tidak diikuti, maka tindakan ini merupakan pengejawantahan dari hakikat sabar yang mendorongnya agar tetap melanjutkan usahanya walaupun harus menghadapi berbagai rintangan yang berat.

Pengertian sabar yang demikian tersirat dalam sabda Rasulullah SAW. Suatu hari kaum muslimin bertemu dengan musuh dalam suatu peperangan, maka Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai manusia, janganlah kalian berharap bertemu musuh, mohonlah kepada Allah keselamatan, namun jika kalian bertemu musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu di bawah tajamnya pedang.'' (HR. Bukhari-Muslim).

Dengan demikian, sabar tidak identik dengan sikap lemah atau menerima apa adanya, namun sabar merupakan perjuangan yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya sehingga mampu mengalahkan dan mengendalikan keinginan nafsunya. Bahkan sabar di saat ini menjadi kekuatan moral dalam menghadapi berbagai kejahatan, kezaliman, serta teror yang dilakukan oleh mereka yang tidak ingin kejahatan dan kezalimannya terbongkar.

Allah SWT berfirman: ''Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.'' (QS al-Baqarah: 153). 


B. Pengertian Sifat Zuhud 
Merasa cukup (qanaah) terhadap apapun yang kita peroleh memang gampang- gampang susah. Ego diri, kurang bersyukur serta melihat seseorang yang lebih tinggi dan memiliki dari kita adalah penyakit-penyakit yang semestinya harus kita obati. Kendati demikian, tak sedikit pula orang-orang di sekeliling kita yang memilih untuk zuhud meski ia memiliki banyak harta, jabatan yang tinggi dan kekayaan yang tak ada habisnya. Lalu, apa definisi zuhud yang sebenarnya?

Zuhud dalam sesuatu (al-zuhd fi al-sya’i) menurut bahasa artinya berpaling dari sesuatu yang bersifat duniawi karena menganggapnya hina, remeh, dan yang lebih baik adalah tidak membutuhkannya. Di dalam Alquran banyak disebutkan tentang zuhud di dunia, kabar tentang kehinaan dunia, kefanaan dan kemusnahannya yang begitu cepat, perintah memperhatikan kepentingan akhirat, dan kabar tentang kemuliaan dan keabadiannya. Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada diri seorang hamba, maka Dia menghadirkan di dalam hatinya bukti penguat yang membuatnya bisa membedakan hakikat dunia dan akhirat, lalu dia memprioritaskan mana yang lebih penting.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata zuhud artinya meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk kepentingan akhirat. Sedangkan wara’ ialah meninggalkan galkan apa-apa yang mendatangkan mudharat untuk kepentingan akhirat. Sedangkan menurut Sufyan Ats-Tsaury zuhud di dunia artinya tidak mengumbar harapan tetapi bukan pula memakan makanan yang sudah kering atau mengenakan pakaian yang kurang layak (lusuh).

Sedangkan pengertian zuhud yang paling baik dan menyeluruh menurut Hasan bin Ali bin Abu Thalib, seperti dikutip oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah ialah zuhud di dunia bukan hanya berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta tetapi jika engkau meyakini bahwa apa yang ada di tangan Allah itu lebih baik dari pada apa yang ada di tanganmu, dan jika ada musibah yang menimpamu maka pahala atas musibah itu lebih engkau sukai daripada tidak tertimpa musibah sama sekali.

Definisi terakhir inilah yang dinilai paling baik dan menyeluruh oleh Ibnul Qayyim sebab di dalamnya ada keridhaan seorang hamba terhadap takdir yang meng- hampirinya; baik maupun buruk. Itu artinya, Ibnul Qayyim tidak hanya memberikan pandangan bahwa secara fisik zuhud itu harus miskin dan lusuh, tapi juga lebih dari itu. Hakikat zuhud ialah membuahkan keridhaan terhadap takdir Allah dan Allah pun akhirnya meridhai kita.

Menurut Imam Ahmad zuhud menunjukkan tiga perkara. Pertama, meninggalkan yang haram dan ini merupakan zuhudnya orang-orang awam. Kedua, meninggalkan berlebih-lebihan dalam hal yang halal, dan ini merupakan zuhudnya orang-orang khas atau khusus. Ketiga, meninggalkan kesibukan selain mengingat Allah dan inilah zuhudnya orang-orang yang ma’rifatullah (orang-orang yang memahami betul zat Allah dan kekuasaan-Nya).

Sehubungan dengan keutamaan zuhud, hadits berikut ini menggambarkan tentang anjuran Rasulullah untuk bersikap zuhud. Dari Abul Abbas, Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi ra, ia berkata, seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw lalu bertanya,“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu perbuatan yang jika aku mengerjakannya maka saya akan dicintai Allah dan manusia,” maka Rasulullah bersabda,“Zuhudlah engkau di dunia niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah engkau dalam hal yang dicintai manusia, niscaya manusia mencintaimu,(HR Ibnu Majah).

Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa seutama-utamanya perbuatan yang dapat mendatangkan cinta Allah dan manusia ialah zuhud. Rasulullah melalui hadits ini juga menganjurkan kita supaya menahan diri dari memperbanyak harta dunia dan bersikap zuhud. Beliau bersabda, ‘Jadilah kamu di dunia inilaksanan orang asing atau pengembara,’ dan beliau juga besabda, ‘Cinta kepada dunia menjadi pangkal perbuatan dosa,’ atau dalam hadits lain Rasul juga bersabda, ‘Orang yang zuhud dari kesenangan dunia menjadikan hatinya nyaman di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang yang mencintai dunia hatinya menjadi resah di dunia dan di akhirat.

Menurut Ibn Daqiqil dalam Syarhul Arba’in Nawawiyyah, melalui beberapa hadits tentnag zuhud di atas, bahwa Rasul menasehati (khususnya) salah seorang sahabat yang bertanya di atas dan umumnya untuk para umatnya agar menjauhkan diri dari menginginkan sesuatu yang berlebih-lebihan, yang dimiliki orang lain. Jika seseorang ingin dicintai lalu meninggalkan kecintaanya kepada dunia, mereka tidak akan berebut dan bermusuhan hanya karena mengejar kesenangan dunia yang sifatnya sementara.Rasulullah Para ulama sudah sepakat bahwa zuhud itu merupakan perjalanan hati dari negeri dunia dan menempatkannya di akhirat. Dengan pengertian inilah orang-orang terdahulu menyusun kitab-kitab zuhud seperti Ibnul Mubarak, Imam Ahmad, Waki’, Hanad bin As-Siry dan lain-lainnya.

Perkara-perkara yang berkaitan dengan zuhud ada enam macam, dan seseorang tidak layak mendapat sebutan zuhud kecuali menghindari enam macam yakni harta, wajah, kekuasaan, manusia, nafsu dan hal-hal selain daripada Allah. Namun, menghindari enam macam disini bukan berarti menolak hal milik atau sengaja memiskinkan diri. Kita tahu bahwa Nabi Daud as dan Sulaiman as adalah orang yang paling zuhud pada zamannya tapi dua Nabi Allah ini memiliki harta yang tak terbilang banyaknya, kekuasaan dan juga isteri yang tidak dimiliki orang lain selain mereka. Dan hal-hal yang telah kita ketahui pula bahwa pastilah Rasulullah Saw ialah orang yang paling zuhud tapi beliau dianugerahi sembilan isteri. Para sahabat pun; semisal Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Az-Zubair dan Utsman termasuk orang-orang yang zuhud tetapi mereka memiliki harta-harta yang melimpah ruah.  



Referensi 

Ramadan, Tariq (2007). In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad. Oxford University Press. ISBN 0-19-530880-8. 

Serin, Muhittin (1998). Hattat Aziz Efendi. Istanbul. ISBN 975-7663-03-4. OCLC 51718704. 

ibn Isa, Muhammad (Imam Tirmidhi) (2011). Syama'il Muhammadiyah: KeanggunanMu Ya Rasulullah (Hardcover) (in Arabic with Malay translation). Malaysia: PTS Islamika Sdn. Bhd. p. 388. ISBN 978-967-3-66064-3. 

Posting Komentar

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget